Tertekan Biaya Kuliah, Lukman Wijaya Sukses Jadi Pengusaha Advertising

 

JATIMBERITA.COM | Jember –  Nasib dan masa depan manusia, tidak ada yang tahu. Tak jarang, pendidikan yang ditempuhnya  beda jauh dengan profesi yang digelutinya. Inilah yang dialami oleh Lukman Wijaya. Pria kelahiran Bondowoso Jawa Timur 37 tahun yang lalu itu, adalah alumnus Fakultas Tarbiyah IAIN Sunan Ampel Surabaya.  Seharusnya Lukman jadi dosen, minimal guru tapi nyatanya jalan kehidupan menuntunnya ke bidang advertising sebagai pengusaha.

 

“Semua ada hikmahnya, dan semua harus disyukuri,” ujar Lukman di kediamannya, Jember, Jawa Timur, Ahad (23/5).

 

Usahanya di bidang advertising cukup sukses. Di bawah bendera PT Mahameru Indoraya, ia  sudah banyak menangani berbagai acara baik lokal dan nasional. Salah satu adalah acara Asian Games di Jakarta dan Palembang 5  tahun yang lalu.

 

Namun kesuksesan Lukman tidak diperoleh dengan bim salabim tapi dengan usaha yang sungguh-sungguh dan berangkat dari bawah. Menurutnya, usaha yang ditekuninya karena dipicu oleh keadaan . Saat itu, ia kuliah IAIN Sunan Ampel, Surabaya. Untuk menjaga agar kuliahnya tetap berlanjut ia harus memutar otak untuk mendapatkan uang. Akhirnya, ia mencoba-coba mendirikan EO untuk mengelola acara-acara lembaga dan perorangan. Menurutnya, pekerjaan di EO, waktunya lebih fleksibel,  sehingga ia masih bisa kuliah.

 

“Dulu EO tidak perlu badan hukum, cukup mengajukan proposal, selesai,” kenangnya.

Ternyata pendapatan di EO cukup menjanjikan sehingga Lukman memutuskan tetap menekuninya setelah kuliah bahkan hingga saat ini. Keputusan ini diambil karena ia memperkirakan semakin lama, masyarakat akan semakin sibuk. Sehingga banyak acara, semisal pernikahan, konser, dan sebagainya yang membutuhkan EO.

 

Dan ternyata, prediksinya benar. Sukses di EO, Lukman pun lalu mendirikan perusahaan advertising pada 2010. Advertising sendiri adalah usaha penyajian materi atau pesan secara persuasif kepada masyarakat melalui media massa untuk mempromosikan produk ataupun jasa yang dijual oleh perusahaan. Lukman mengungkapkan, perkembangan produk materi dan jasa yang cukup pesat tentu membutuhkan reklame dan baliho untuk media promosi produk.

 

Saat ini, Lukman sudah memiliki puluhan papan reklame yang tersebar di Jember, Bondowoso, Situbondo, Banyuwangi, Lumajang, dan Probolinggo. Papan-papan reklame tersebut disewakan untuk perusahan, perorangan yang membutuhkan promosi.

 

“Alhamdulillah, semua berjalan lancar, semoga barakah,” harapnya.

Sebagai kader Ansor, tentu saja Lukman tidak ingin menikmati kesuksesan itu sendiri. Ia selalu melibatkan sahabt-sahabat Ansor dalam pekerjaan di lapangan. Tujuannya adalah untuk berbagi kerja, berbagi rezeki sekaligus berbagi keterampilan.

“Kader-kader Ansor sering saya libatkan, lalu organisasinya juga kadang saya jadikan mitra. Kalau memang ada yang bisa dikerjasamakan dengan Ansor, kenapa tidak?” ungkapnya.

 

Di lingkungan Ansor Jember, Lukman sudah tidak asing lagi. Bahkan jauh sebelum masuk kepengurusan Ansor, ia sering menangani acara-acara NU dengan EO-nya. Salah satunya adalah even Hari Santri, Jalan Sehat, dan sebagainya. Lukman lah yang mengemas acaranya, mencarikan sponsor dan sebagainya.  

 

“Misalnya dalam acara jalan sehat, saya cari sponsor agar biayanya bisa ditekan. Katakanlah, misalnya kita cari hadiah motor, kita beli satu dapat dua,” terangnya.  

 

Wajar jika Lukman bergabung dengan Ansor. Sebab, ia pernah nyantri di Pesantren Al-Fattah, sebuah pesantren di Lingkungan Talangsari Jember yang merupakan ‘pusat’ tokoh-tokoh NU seperti KH Achmad Siddiq, KH Dhofir Salam dan sebagainya. Saat itu, Lukman sambil bersekolah di MIMA KH Achmad Siddiq, Jember.

Ia berharap agar keberadaan dirinya di Ansor dapat bermanfaat untuk organisasi militan NU itu. Dan sebaliknya, mungkin Ansor bisa memberi manfaat spritual dalam usahanya. Sehingga ke depan semakin berkembang dan barakah.

 

“Saya santri, bukan anak kiai,  saya ingin dekat dengan kiai,” jelasnya.

 

Lukman menyatakan sangat bersyukur bisa kuliah. Meskipun profesi yang ia tekuni saat ini tak ada hubungannya dengan latar belakang pendidikannya, namun bukan berarti ilmu yang diperohenya di bangku kuliah tak ada gunanya.

 

“Ilmu tetap banyak manfaatnya,  karena ilmulah yang membentuk kematangan jiwa. Jadi kemanfaatan ilmu tidak hanya  dilihat dari kesesuaian antara pendidikan dan pekerjaan,” pungkasnya (Aryudi A Razaq).

ativador office 2019

Subscribe

Thanks for read our article for update information please subscriber our newslatter below

No Responses

Tinggalkan Balasan