Ibarat Haus, BLT Hanya untuk Melepas Dahaga

 

JATIMBERITA.COM | Jember –  Dua hari terakhir ini hingga akhir bulan November 2022, Pemerintah Kabupaten Jember menggerojok Bantuan Langsung Tunai (BLT)  bagi warga miskin dan terdampak kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) di Kabupaten Jember. Fulusnya berasal dari Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBHCHT). Orang yang menerima BLT ini biasa disebut dengan Keluarga Penerima Manfaat (KPM). Nominal BLT yang dibagikan kepada setiap KPM memang tidak besar, hanya Rp300.000. Tapi tentu nilai ini terasa besar lanataran kondisi saat ini cukup susah untuk mendapatkan penghasilan.

 

“Ya, lumayan, wong namanya bantuan,” ujar Pak Arja’i, warga Dusun Gempal Kelurahan Wirolegi Kecamatan Subersari Jember, kepada awak media ini saat antre menunggu pembagian BLT di kelurahan Wirolegi, Selasa (8/11/2022).

 

Menurut pria berusia lanjut itu, uang Rp300.000 jika diukur dari harga bahan-bahan pokok saat ini, termasuk sedikit. Ibarat orang haus, uang itu hanya untuk pelepas dahaga. Jika haus lagi,  air sudah habis. Kalau  dibelanjakan untuk yang penting-penting saja, dalam sekejab bisa tumpas, tak tersisa. Apalagi, BLT hanya diberikan sekali selama hidupnya.

 

BACA JUGA :

Niban Warga Silo dan Nasib Hari Tuanya yang Menyayat Hati

 

“Tapi uang itu cukup bermanfaat. Dan saya sangat bersyukur. Kalau kerja nguli (jadi kuli), tiga hari baru dapat segitu,” jelasnya.

 

Pria paruh baya yang sehari-hari menjaga warug kecil itu menambahkan, betapa sulitnya saat ini mencari penghasilan. Sudah begitu, harga bahan-bahan pokok juga naik, sedangkan pemasukan menurun tajam.

 

“Kalau bicara kurang, ya pasti kurang. Tapi mau apa lagi, saya hanya bisa berharap pemerintah tak hanya sekali memberikan bantuan,” ungkapnya.

 

Harapan senada juga disampaikan Ibu Sukar, warga Kelurahan Karangrejo Kecamatan Sumbersari Kabupaten Jember.  Wanita penjual gorengan ini, mengaku hanya sekali ini menerima bantuan. Menurutnya, uang Rp300.000 jauh dari mencukupi untuk kebutuhan hidup, apalagi di zaman yang serba susah ini.

 

“Hidup saat ini sungguh susah, harga bahan pokok mahal sekali, listrik mahal, kendaraan (transportasi) juga mahal. Semua mahal,” keluhnya.

 

Keluhan Ibu Sukar dan Pak Arja’i tampaknya mewakili keluhan jutaan warga Indonesia. Sebuah keluhan tentang hidup yang susah, nestapa, dan tak berdaya di tengah semakin mahalnya ongkos hidup. Jangankan untuk berkembang, bertahan saja cukup susah.

 

Keluhan telah dijawab oleh pemerintah dengan  menggelontor berbagai jenis bantuan, mulai dari beasiswa, uang tunai hingga bantuan berupa sembako. Tapi tentu saja bantuan itu hanya untuk kompensasi hidup sehari dua, atau paling lama seminggu. Padahal, usia  hidup masih panjang, dan butuh makan tiap hari. Di sisi lain, pasti masih banyak warga yang tak mendapatkan BLT, meskipun mereka juga tergolong susah.

 

Jika melihat kondisi bangsa saat ini, keluhan dan jerit kesusahan tentu akan terus berkumandang, menyeruak di tengah kemapanan hidup para elit negeri ini. Lantas, siapa yang peduli? Wallahu a’lam (Aryudi A Razaq).

Subscribe

Thanks for read our article for update information please subscriber our newslatter below

No Responses

Tinggalkan Balasan