Terkait IDTN-PNS, Komisi X DPR RI Minta Pemerintah Cari Terobosan

 

JATIMBERITA.COM | Jakarta – Ikatan Dosen Tetap Non-PNS RI (IDTN-PNS) tak pernah lelah memperjuangkan peningkatan status anggotanya. Rabu (30/3/2022), pengurus IDTN-PNS yang dipimpin ketuanya, Moh Nor Afandi mendatangi gedung DPR RI di Senayan untuk mengadakan Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi X. Ini bukan kali pertama. Sebab, sebelumnya IDTN-PNS sudah pernah menggelar RDP serupa. Tujuannya sama, yaitu menyampaikan aspirasi terkait keinginan anggota IDTN-PNS agar segera beralih status menjadi Aparatur Sipil Negara Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (ASN PPPK).

 

Menurut Ketua Pusat Data dan Informasi Kelembagaan UIN KHAS Jember itu, regulasi terkait PPPK Tahun 2018 tidak akomodatif dan tidak memiliki landasan hukum yang kuat bagi DTN-PNS.

 

“Peraturan perundang-undangan di bawahnya (Permendikbud RI Nomor 84 Tahun 2013, Permenag Nomor 3 Tahun 2016), bukanlah merupakan pengaturan lebih lanjut dari peraturan perundang-undangan di atasnya yaitu UU Nomor 5 Tahun 2014 Tentang Aparatur Sipil Negara,” terangnya di hadapan Wakil Ketua Komisi X DPR RI Dede Yusuf dan sejumlah anggota lainnya.

 

Sementara itu, anggota Komisi X DPR RI Muhammad Nur Purnamasidi mengatakan, moratorium penerimaan CPNS dan tuntutan akan akreditasi, membolehkan Perguruan Tinggi merekrut Dosen Tetap Non PNS. Menurutnya, terjadi diskriminasi status kepegawaian, ketidakjelasan karir, dan minimnya tingkat kesejahteraan bagi DTN-PNS. Katanya, keluarnya PP Nomor 49 Tahun 2018 Tentang Manajemen Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja membuat status DTN-PNS semakin tidak jelas. 

 

“Mulai tahun 2023 nanti, nomenklatur yang ada hanya PNS dan PPPK,” tuturnya.

 

Legislator asal daerah pemilihan Jember–Lumajang itu menambahkan, alih status DTN-PNS menjadi ASN PPPK sangat layak dilakukan oleh pemerintah, dan itu akan menciptakan rasa keadilan bagi dosen profesional. Namun jika DTN-PNS sebagai bagian inhern civitas akademika masih harus berjuang dengan ketidakjelasan status administrasi, maka program terobosan Kemendikbudristek RI yakni Merdeka Belajar Kampus Merdeka (MBKM), akan sia-sia.

 

Dikatakannya, masalah mendasar adalah terletak pada regulasi yang menjadi pijakannya.

 

“Bisa kita bayangkan bagaimana nasib bangsa ke depan, jika DTN-PNS yang berjumlah sekitar 9500 orang lebih itu tidak menjalankan Tupoksi-nya (tugas pokok dan fungsi), maka dampaknya akan luar biasa bagi pendidikan tinggi,” ungkapnya.

 

Untuk itu, Bang Pur, sapaan akrabnya, berharap Kemendikbudristek dan Kemenag RI serta lembaga negara terkait, berani melakukan terobosan secara hukum, untuk mengakomodasi eksistensi DTN-PNS.

 

“Bantu mereka (DTN-PNS) Merdeka,” pungkasnya (Aryudi A Razaq).  

 

Subscribe

Thanks for read our article for update information please subscriber our newslatter below

No Responses

Tinggalkan Balasan