Haramkah Ritual Pantai Selatan? Ini Penjelasan Direktur Aswaja Center NU Jember

 

JATIMBERITA.COM | Jember – Pelaksanaan ritual di pantai selatan yang merenggut 11 korban jiwa, Ahad (13/2/2022) dini hari, memang sungguh membahayakan. Sebab, mereka melaksanakan ritual pas di bibir pantai. Turunnya pantai di selatan bukit Samboja Desa Sumberejo, Kecamatan Ambulu Jember itu,  tidak landai tapi turun sekaligus dengan laut yang dalam. Karena itu, wajar jika pengunjung yang datang ke sana, pasti diingatkan oleh petugas agar tidak mendekat ke bibir pantai. Sebab jika hanyut, sulit untuk kembali karena lautnya cukup dalam dengan ombaknya yang sangat besar.

 

Menurut seorang saksi yang tidak mau di sebutkan namanya, para peserta ritual duduk bersila di bibir pantai sambil berpegangan tangan sambung menyambung antar peserta. Peserta laki-laki tidak pakai baju, sedangkan perempuan menggunakan baju/kaos. Mereka sengaja menghadap ke laut, dan sesekali air laut menyiram mereka, dan membuat ritual semakin khusyu’.

 

Tapi semakin lama, ombak semakin besar, dan akhirnya mengggulung mereka tanpa ampun. Mereka lari tunggang langgang, dan yang tidak bisa lari, hanya pasrah ditelan ombak.

 

“Permintaan mereka beragam, ada yang ingin buang sial, jiwanya ingin tenang, juga soal ekonomi,” jelasnya kepada awak media ini, Senin (14/2/2022).

 

Sementara itu, Kepala Pelaksana (Kalaksana) Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Jember, Sigit Akbari berharap agar masyarakat berhati-hati untuk melakukan ritual di tempat yang tidak biasa.

 

“Tidak perlulah seperti itu, apalagi sudah ada yang mengingatkan agar mereka tidak ke pantai. Lebih-lebih waktu itu, ombak cukup tinggi, nelayan juga tidak ada yang melaut,” ucapnya kepada media ini di kantornya, Senin (14/2/2022).

 

Sigit menegaskan bahwa pihaknya dan segenap relewan, Polri, Satpol PP, tim SAR telah menuntaskan evakuasi bagi 11 korban yang meniggal dunia dan korban selamat.

 

“Yang meninggal sudah dijemput keluarganya di rumah sakit dr. Seobandi, sedangkan yang selamat, ada yang masih dirawat di situ,” jelasnya.  

 

Di tempat yang sama, Kalaksana BPBD Jawa Timur, Budi Santosa berharap adanya penigkatan kesadaran masyarakat terkait cuaca dan kondisi laut.

 

“Kalau sudah tidak memungkinkan, tak perlu dipaksakan. Apalagi penjaga pantai sudah mengingatkan mereka agar tidak ke pantai,” jelasnya.

 

Penjelasan Direktur Aswaja NU Center Jember

Pasca-ritual pantai selatan yang menelan 11 korban jiwa, banyak orang bertanya-tanya bagaimana hukum melakukan ritual.

 

Menurut Direktur Aswaja NU Center Jember, KH Badrut Tamam, sebenarnya secara umum ritual boleh-boleh  saja dilakukan asalkan bacaan yang dibaca berhubungan dengan Al-Qur’an, shalawat, dzikir-dzikir yang memang diajurkan oleh agama.

 

“Dari segi bacaan, jika bacaan-bacaan seperti itu yang dibaca, maka ritual dibenarkan, hukumnya boleh,” ujarnya kepada awak media ini di kompleks Pondok Pesantren Nurul Qarnain, Desa Baletbaru, Kecamatan Sukowono, Kabupaten Jember, Senin (14/2/2022).

 

Ia melanjutkan, jika dilihat dari tujuan ritual, maka seandainya niat ritual adalah ingin keluar dari masalah yang menerpanya, itu tidak apa-apa asalkan peserta ritual meyakini bahwa yang mengabulkan keinginannya (keluar dari masalah) adalah Allah, bukan yang lain.

 

“Jika meyakini bahwa yang mengabulkan itu adalah mantranya, bacaan-bacaanya, atau gurunya maupun tempatnya, bukan karena Allah, maka hukumnya syirik, tidak boleh,” tambahnya.

 

Yang berikutnya adalah terkait dengan tehnis pelaksanaan ritualnya. Jika tempat pelaksanaan ritual itu tidak bertentangan dengan syariat, misalnya di masjid, mushalla, lapangan, atau tempat-tempat yang tidak salah menurut syariat, itu (ritual) juga dibenarkan.

 

“Misalnya, ritual di WC, atau tempat-tempat kotor yang mana nama ismul a’dhom  tidak layak dibaca di tempat itu, maka ritual seperti itu misalnya, dilarang,” jelasnya.

 

Selain itu, lanjut Ustadz Badrut, sapaan akrabnya, adalah terkait dengan sisi keamanan ritual. Katanya, ritual boleh asalkan dilakukan di tempat yang tidak berbahaya menurut pandangan umum. Jadi walaupun bacaannya sudah benar, tujuannya benar, caranya juga benar, tapi ternyata tempatnya membahayakan, maka hukum ritual itu haram.

 

“Misalnya seperti ritual di Payangan, itu ternyata tidak aman. Kenapa, karena ritual itu dilaksanakan di pantai yang berbahaya, masyarakat juga sudah mengingatkan bahwa pantai itu berbahaya, tidak boleh ke sana, tapi mereka nekat, ini jelas haram hukumnya. Kalau di pantai yang aman menurut pandangan umum, ya tidak masalah asalkan bacaan, tujuan, dan caranya juga benar,” pungkasnya.

 

Sepeti diketahui, sebanyak 24 orang yang tergabung dalam pedepokan Tunggal Jati Nusantara Jember pimpinan Nur Hasan berangkat ke pantai Payangan di Dusun Watu Ulo, Desa Sumberejo, Kecamatan Ambulu Kabupaten Jember, Sabtu (12/2/2022) malam. Mereka berangkat dari Desa Dukuhmencek Kecamatan  Sukorambi, Jember dengan mengendarai bus mini. Mereka sampai di Payangan Ahad (13/2/2022) dini hari pukul 00.00 WIB.

 

Begitu turun dari bus, mereka langsung menuju sebuah pantai di selatan bukit Samboja. Pantai tersebut cukup datar dan panjang, namun rawan, karena ombaknya cukup besar. Meski oleh petugas, mereka sempat dilarang untuk masuk pantai, namun mereka tak peduli. Dan ritualpun dilakukan di tengah kegelapan mala. Tapi ritual baru berjalan sejam, ombak besar datang menghantam. 11orang meninggal dunia, sisanya selamat tapi luka-luka, termasuk sang pimpinan padepokan, Nur Hasan (Aryudi A Razaq).

Subscribe

Thanks for read our article for update information please subscriber our newslatter below

No Responses

Tinggalkan Balasan